Proyek Kereta Cepat Menjadi Beban Pemerintah dan Presiden Selanjutnya


Oleh: Willem Wandik (Anggota DPR-RI Dapil Papua; Wakil Ketua Umum Partai Demokrat; Plt. Ketua Partai Demokrat Provinsi Papua)

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung saat ini berada pada posisi "menjadi beban Pemerintah dan generasi presiden selanjutnya". 

Beban ini akan ditanggung Pemerintah selama 80 tahun berikutnya (bisa berpotensi bertambah, jika selama 80 tahun tersebut terjadi kondisi yang luar biasa).

Adapun alasan mengapa proyek kereta cepat menjadi beban "bukan keuntungan/apalagi prestasi", disebabkan beberapa hal, diantaranya: 

"Forecasting" anggaran yang mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan realisasi anggaran dalam pengerjaan proyek kereta cepat telah melampui ambang batas perencanaan anggaran yang ditetapkan sebelumnya. Saat ini kondisi keuangan proyek, mengalami "bubble/gelembung" di angka Rp21 triliun. Hal itu mendesak Indonesia untuk menarik pinjaman Rp16 triliun ke China Development Bank, atau mencapai 75% dari total kebutuhan anggaran yang tersedia saat ini, untuk menambal kebutuhan pembengkakan anggaran yang terjadi. Sehingga menjadi alasan pada sisi kepentingan investor China melalui operator pelaksananya di KCIC (Kereta Cepat Indonesia-China) mendorong negosiasi untuk menambah konsesi hak pengoperasian kereta cepat dari 50 tahun menjadi 80 tahun.

Pada sisi Pemerintah/Presiden (baik pada saat ini/maupun beberapa pejabat presiden berikutnya) gelembung anggaran mega proyek kereta cepat ini, menjadi "beban yang lebih menakutkan dibandingkan utang IMF". Hal ini dikarenakan klausul penguasaan monopoli jalur kereta cepat justru dikuasai hampir mendekati 100 tahun (ini bahkan melampaui batas produktivitas aset kereta cepat).

Beban pembiayaan yang begitu membengkak, diperburuk lagi dengan "acting" para pelaksana proyek yang dituntut untuk segera mengejar target penggunaan kereta cepat yang harus segera dicapai di tahun 2023. 

Hal ini, tidak lain bertujuan untuk mempercepat "manfaat politis" sebelum masa tugas kepresidenan tuntas di tahun 2024. 

Demi mengejar "standar politis/selebrasi politis", para insinyur dipaksakan untuk mengejar "time line politis" tersebut. Sehingga tanpa disadari, berbagai aspek yang menjadi  "standar enginering dan keselamatan" justru diabaikan.

Padahal, penggunaan kereta cepat tersebut akan melibatkan jutaan pengguna transportasi di Jabar - DKI Jakarta Raya. Pengabaian standar enginering dan keselamatan" bagi pengguna kereta cepat ini dapat menjadi bom waktu dan teror "transportasi" di masa-masa mendatang.

Pengerjaan proyek kereta cepat "tidak sama" seperti pengerjaan ruas tol atau pembangunan jalan/jembatan. 

Kereta cepat berkaitan dengan "penerapan teknologi transportasi" yang memiliki risiko tinggi, dengan kecepatan yang mencapai 350 km/jam. Dengan kata lain, proyek pembangunan kereta cepat harus mengikuti "standar enginering" yang ketat, dilakukan secara hati-hati dan bertahap. Tidak bisa mengikuti "selera politis", untuk sekadar mendapatkan pujian/selebrasi, karena berhasil membangun kereta cepat dalam waktu singkat. 

Justru "tendensi politis" akan membahayakan jutaan pengguna kereta cepat dan dapat menjadi bencana transportasi nasional yang sangat membahayakan jutaan pengguna kereta cepat di Jabar & DKI Jakarta Raya.

Wa Wa, Matur Nuwun, Horas๐Ÿ™๐Ÿพ๐Ÿ™๐Ÿพ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hasil Quick Count Rakata: Demokrat Raih Dua Kursi DPR-RI di Lampung

Jumat Berkah, DPP Partai Demokrat Berikan Surat Tugas kepada H. Syamsudin Uti sebagai Calon Bupati Indragiri Hilir

Anggota DPR Aceh HT Ibrahim ST MM, Caleg DPR-RI dari Demokrat, Politisi yang Melayani Bukan Dilayani