Masa Jabatan Kades 9 Tahun; Tiga Periode, Tidak Masuk Akal


Ada hal menarik dinyatakan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi A. Mallarangeng menyikapi tuntutan sekelompok kepala desa. Pernyataan tersebut disampaikan Andi Mallarangeng melalui channel YouTube-nya dan diberi judul "Tidak Masuk Akal! Kepala Desa Menuntut Perpanjang Masa Jabatan Menjadi 9 Tahun".

Doktor politik lulusan Northern Illinois University (NIU) AS tersebut mengatakan, di awal tahun 2023, ada berita lucu dan aneh yang mencuat yakni tuntutan sekelompok kepala desa (kades) saat menggeruduk DPR. Sekelompok kades tersebut meminta perpanjangan masa jabatan selama 9 tahun dan boleh tiga periode.

Aneh dan lucu ketika orang ramai bicara menolak perpanjangan masa jabatan, menolak tiga periode presiden, tiba-tiba sekelompok kades meminta perpanjangan masa jabatan.

Ada pepatah bilang guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Sebuah pepatah yang intinya menyatakan, jika seorang panutan melakukan hal tak pantas maka orang banyak akan melakukan hal yang lebih tidak pantas.

Apakah ada hubungannya tuntutan sekelompok kades tersebut dengan wacana perpanjangan atau tiga periode masa jabatan yang disampaikan sekelompok orang di sekitar presiden?

Jika sekelompok orang di sekeliling presiden, di pusat, ingin perpanjangan masa jabatan presiden lima tahun dan  boleh tiga periode, maka sekelompok orang dengan tingkatan di bawahnya (desa) meminta lebih banyak lagi. Masa jabatan sembilan tahun, boleh tiga periode. Boleh 27 tahun.

Atau sebaliknya yang terjadi? Sekelompok orang di level pemerintahan bawah (desa) mendesak adanya perpanjangan masa jabatan kades maka di sekelompok orang di pemerintahan pusat menjadikan desakan itu sebagai alasan untuk memperpanjang masa jabatan presiden.

Padahal jika merujuk aturan hukum, keinginan sekelompok kades itu bertentangan dengan UU Desa yang disahkan 2014, di ujung masa jabatan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada Pasal 39 ditegaskan, kades memegang jabatan selama enam tahun. Di ayat 2 pasal 39 ditegaskan pula, seorang kades bisa menjabat tiga kali masa jabatan. Bisa 18 tahun.

Pertimbangan mengapa kades bisa dipilih 3 periode adalah karena para kades dianggap sebagai pemerintahan yang terdekat dengan warga. Alasan lainnya, di masa kini, tidak gampang mencari kades yang memiliki kepemimpinan andal.

Kepala desa berbeda dengan lurah. Kepala desa umumnya dipilih melalui jalur pemilihan langsung kepala desa (Pilkades). Lurah ditunjuk langsung oleh bupati atau walikota setempat.

Perbedaan desa dan kelurahan lainnya terletak pada status jabatan pemimpinnya. Pemimpin desa memiliki jabatan sebagai pemimpin desa.

Sedangkan pemimpin kelurahan atau lurah merupakan perangkat pemerintah kota atau kabupaten, yang bertugas di wilayah kelurahan tersebut.

Jika sekarang ada sekelompok kades menuntut masa jabatan 9 tahun dan boleh memimpin selama 3 periode, ini adalah tuntutan tidak masuk akal.

Lihatlah dari sudut pandang warga desa. Jika warga desa melihat kebijakan dan prilaku kepala desa mereka tidak pas maka warga yang ingin melakukan perubahan harus menunggu selama 9 tahun.

Bagaimana kalau sang kades terus terpilih selama tiga periode? Maka warga desa harus sabar menunggu selama 27 tahun. 

Jelas tuntutan yang dilakukan sekelompok kades itu adalah tuntutan yang tidak masuk akal.

Bagaimana dengan partai politik yang ingin memperjuangkan tuntutan tersebut?

Tentu menjadi hak parpol tersebut untuk melakukannya. Meski tentu ada juga pertanyaan ada apa di balik dukungan parpol dimaksud?

Bagaimana dengan ancaman sekelompok kades yang akan memboikot parpol-parpol yang tidak mendukung tuntutan mereka?

Tidak semua kades seperti itu. Banyak sekali kades yang merasa bisa berkuasa selama 27 tahun itu terlalu lama. 

Lihat saja siapa Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (Apdesi). Jangan-jangan hal ini ada hubungannya dengan tuntutan sekelompok kades tersebut.

Sebuah parpol punya tanggung jawab mendengar aspirasi warga desa, bukan hanya mendengar aspirasi kades. Karena keinginan mereka belum tentu sama.

Sama dengan usulan perpanjangan masa jabatan presiden. Jangan dengarkan kelompoknya saja. Dengarkan juga kemauan rakyat. Ternyata fakta yang terjadi, 80 persen rakyat tidak setuju dengan perpanjangan masa jabatan presiden.

Jangan-jangan jika pertanyaan senada diajukan ke warga desa, 80 persen warga desa menyatakan ketidaksetujuan pada masa jabatan kades 9 tahun dan boleh dipilih 3 periode.

Lantas siapa yang membiayai para kades tersebut "menggeruduk" DPR untuk menyampaikan tuntutan tersebut? Tentu tidak sedikit biaya yang dikeluarkan para kades selama berada di Jakarta. Berapa biaya hotel, tranportasi, akomodasi, konsumsi dan lainnya?

Sepertinya ada hubungan tuntutan para kades tersebut dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

Perpanjangan masa jabatan kades atau presiden harus ditolak karena tidak sesuai dengan amanah reformasi.

Janganlah kita masuk lubang dua kali. Dulu di masa orba, Pak Harto berkuasa selama 32 tahun. Apa kita mau kades memimpin selama 27 tahun. Kemudian jika dirasa belum cukup, maka boleh memimpin selama 4 periode sehingga menjadi 36 tahun.

Tentu itu keinginan yang tidak masuk akal, tidak sesuai amanat reformasi, tidak sesuai akal sehat.

Demikian kira-kira pandangan Andi Mallarangeng yang selengkapnya bisa dilihat pada channel Youtubenya di link

https://youtu.be/AyL3a7aVZDg

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hasil Quick Count Rakata: Demokrat Raih Dua Kursi DPR-RI di Lampung

Jumat Berkah, DPP Partai Demokrat Berikan Surat Tugas kepada H. Syamsudin Uti sebagai Calon Bupati Indragiri Hilir

Anggota DPR Aceh HT Ibrahim ST MM, Caleg DPR-RI dari Demokrat, Politisi yang Melayani Bukan Dilayani