Andi Arief, Sang Reformis

Andi Arief 

Kabar tersebut kubaca di berbagai media pada 23 Juli 2024 pagi. Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk kader utama Partai Demokrat Andi Arief sebagai Komisaris Independen PT PLN (Persero). 

Ingatanku pun segera mengembara di masa-masa awal reformasi.

"Biar mereka rasakan sendiri nanti bagaimana kalau mereka tidak berada dalam sistem tapi ingin mengatur sistem..."

Kalimat seraya tertawa kecil itu diucapkan Andi Arief dalam sebuah pertemuan dengan kader dan simpatisan Partai Rakyat Demokratik (PRD) di Sekretariat Komite Pimpinan Kota (KPK) PRD Jaktim, menjelang Pemilu 1999.

Di kawasan Utan Kayu tersebut, Andi Arief mengungkapkan kejengkelannya karena banyak aktivis yang enggan masuk ke berbagai partai politik. Enggan menjadi politisi tetapi yakin mereka bisa tetap mengontrol jalannya sistem. 

Bagi Andi Arief, pikiran tersebut naif. Jika ingin mengubah sistem maka masuklah dalam sistem tersebut. Dalam konteks tersebut, para aktivis harus masuk ke partai politik (parpol) karena fondasi ketatanegaraan kita adalah parpol.

Saat itu Andi Arief adalah bintang di PRD.

Andi Arief lahir di Bandar Lampung, Lampung, 20 November 1970. 

Andi Arief menikah dengan Defianty. Mereka dikaruniai dua buah hati bernama Fazle Merah Maula dan Fatih Putih Fathan. Melihat nama kedua putranya yang mengandung kata "Merah" dan "Putih" terlihat jelas jiwa nasionalis Andi Arief.

Jiwa nasionalis religius Andi Arief sejatinya lahir dari didikan kedua orang tuanya. Andi Arief adalah putra bungsu almarhum K.H. M. Arief Mahya dan almarhumah Hj. Mas Amah.

K.H. M. Arief Mahya adalah ulama, pejuang dan tokoh pendidikan di Lampung. Ia pernah menjadi Kepala Staf Laskar Hizbullah Lampung di zaman revolusi, Anggota DPRD Lampung, dan Rais Syuriah PWNU Lampung.

Seusai menamatkan pendidikan dasar dan menengah di Lampung, Andi Arief kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Di masa kuliah Andi Arief menjadi aktivis dan sering melakukan aksi demonstrasi. la pernah menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa Fisipol UGM periode 1993-1994.

Selain bergelut dengan aksi demontrasi ternyata Andi Arief juga gemar dengan dunia literasi. Ia bergabung dengan redaksi Majalah Mahasiswa Fisipol dan menjadi ketua umumnya pada 1994-1995.

Salah satu buah pikir Andi Arief adalah meluncurkan buku berjudul "Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni" yang ditulisnya bersama Nezar Patria (kini Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika) di masa-masa awal reformasi.

Andi Arief (tengah) di tahun 1992, saat debat mahasiswa antar-jurusan di Fisip UGM.

Pada tahun 1996, Andi menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Solidaritas Indonesia untuk Demokrasi (SMID) yang saat itu berpayung pada Partai Rakyat Demokratik (PRD). SMID merupakan organisasi yang menaungi para aktivis menggalang aksi demonstrasi menolak rezim Orba. 

Ia juga sempat tampil dengan percaya diri di Malioboro menantang dan memancing kemarahan rezim Orba. Keputusan dan sikap berani Andi yang kelak menularkan keberanian pada siapa saja untuk berani melawan rezim Orba.

Pada reformasi 1998, Andi Arief menjadi salah satu korban penculikan, 28 Maret 1998. Diduga, penculikan terhadap Andi Arief dikarenakan kegiatannya bersama SMID dan PRD dianggap mengancam Orde Baru. Beruntung, Juli 1998, Andi Arief dibebaskan.

PRD, partai yang ikut dibesarkan Andi Arief, pada 1999 diperbolehkan ikut Pemilu.

Andi Arief adalah satu sosok di PRD yang paling fenomenal. Ia tampil sebagai juru kampanye nasional PRD di layar kaca. Ia juga tampil menjadi orator di berbagai kampanye PRD.

Saat itu, aku (yang bermukim di Cipinang Muara, Jakarta) hanyalah simpatisan PRD. Meski begitu, aku lumayan banyak berkecimpung dengan kegiatan PRD. Aku ikut kampanye akbar dengan berjalan kaki dari Cawang hingga Salemba. Aku pun ikut unjuk rasa di depan Kantor KPU di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, 20an Juni 1999.

Ada cerita sedih. Sepekan setelah aku ikut unjuk rasa di KPU, aku pulang ke Semarang. 

Di kota itu, bersama Ketua KPW PRD Jateng (alm) Yahya Gunawan aku mendengar, unjuk rasa lanjutan di KPU berlangsung rusuh pada 1 Juli 1999. Puluhan kader dan simpatisan PRD luka karena bentrok dengan aparat keamanan. 

Setelah tiga bulan lebih di Semarang, aku kembali ke Medan (kota yang membesarkanku) pada November 1999. Aku menjadi jurnalis sejak saat itu.

Aku tak lagi mendengar kabar tentang kegiatan PRD secara nasional. Di Medan, aku juga tidak berhubungan dengan para kader PRD.

Pada 2004, aku mendengar Andi Arief menjadi pendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Andi menjadi salah satu pimpinan organisasi relawan (Jaringan Nusantara) yang menyokong agar SBY terpilih sebagai Presiden RI.

Bagi Andi, SBY adalah TNI reformis dan dapat membawa wajah demokrasi seperti yang diharapkan para pejuang reformasi.

Di saat SBY-Jusuf Kalla diputuskan sebagai pemenang Pemilu 2004, Andi perlahan-lahan mendapatkan kepercayaan dan posisi yang strategis.

Pada tahun 2006, Andi ditunjuk menjadi Komisaris PT Pos Indonesia. Namun, sebelum Pilpres 2009, Andi mengundurkan diri demi konsentrasi dalam kampanye pemenangan SBY-Boediono sekaligus menjaga netralitas perusahaan plat merah tersebut.

Setelah SBY kembali terpilih menjadi presiden, Andi diangkat menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana pada 19 November 2009.

Saat menjadi ring pertama Presiden, Andi mengaku mendapat banyak pengalaman berharga. Selain itu, posisi yang diembannya itu menyadarkan Andi bahwa ternyata tidak mudah memimpin dan mengelola negara berpenduduk 250an juta (kini lebih 281 juta jiwa).

"Sungguh sangat kompleks, tidak ada hari tanpa masalah. Tidak ada hari tanpa penyelesaian masalah," ungkap Andi.

Dalam kurun waktu tersebut, Oktober 2006, setelah media mingguan yang aku dirikan tutup, aku meninggalkan Medan menuju Bogor. 

Mei 2007, aku pindah ke Depok dan kembali menjadi jurnalis.

Aku membantu Iwan Piliang (jurnalis yang lama bekerja di Majalah Matra) mendirikan tabloid Reportase Investigasi dan membesarkan jaringan Press Talk.

Agustus 2010, aku bersama Iwan Piliang mengelola Majalah Demokrat dan situs resmi Partai Demokrat (Iwan menjadi pemimpin redaksi, aku sebagai redaktur pelaksana). Kami juga membesarkan Media Center Partai Demokrat yang baru didirikan. Andi Arief belum aktif di struktur Demokrat karena perannya sebagai Staf Khusus Presiden SBY.

Iwan meninggalkan Partai Demokrat di awal 2011. Aku menggantikannya mengelola majalah dan situs resmi Demokrat.

Andi Arief dan Agus Harimurti Yudhoyono (kini Menteri ATR Kepala BPN dan Ketua Umum Partai Demokrat)


Usai Kongres Partai Demokrat di Surabaya, 2015, Andi Arief kembali beraktivitas di Partai Demokrat. Ia ditunjuk SBY menjadi Ketua Departemen Pemberantasan Korupsi. 

Meskipun sudah menjadi elite Partai Demokrat, jiwa aktivis tetap melekat dalam diri Andi Arief. Pernyataan-pernyataan tajam dan terukurnya selalu membuat lawan politik kalang kabut.

Andi memang kritis, lugas, dan kerap "ceplas-ceplos" hingga membuatnya banyak mendapat sorotan media. 

la memiliki kedekatan dengan lintas kalangan, dan terkenal sebagai elite politik senior yang mengayomi para junior. 

Dedikasi dan komitmennya membesarkan Partai Demokrat serta menjaga kesetiaan pada SBY tak perlu dipertanyakan.

Sikap-sikap seperti itu membuat karier politik Andi di Demokrat melesat. Masih di kepengurusan SBY, Andi mendapat kepercayaan menjadi Wakil Sekjen Partai Demokrat.

Sejak Andi aktif di kepengurusan Demokrat, hubungan aku dengannya kembali karib. Ia banyak memberikan pandangan dan arahan kepadaku terkait berbagai kebijakan Partai Demokrat.

Uniknya, meski sudah menjadi elite partai, Andi tak segan bertanya berbagai hal tentang Demokrat kepadaku. Padahal pandanganku malah lebih banyak menyampaikan ulang apa yang telah ia katakan sebelumnya.

Jiwanya memang sangat egaliter. Tidak pernah merasa benar sendiri, meski kenyang dengan pengalaman politik. 

Keseharian Andi pun sangat sederhana. Dulu (sebelum seorang kader meminjamkan mobil kepadanya) Andi ke mana-mana selalu menggunakan transportasi umum, seperti ojek, taksi, ataupun transportasi dalam jaringan (online) lainnya.

Itulah cara Andi Arief untuk tetap mempertajam kepekaan sosialnya terhadap permasalahan-permasalahan rakyat.

Kekuatan jaringan, pengalaman organisasi yang matang, kepekaan terhadap isu-isu mendasar publik, dan daya tahan tangguh yang dimiliki Andi Arief tentu dipahami Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Tak heran jika usai terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat 2020-2025, AHY mempercayakan posisi Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat kepada Andi Arief.

Bappilu adalah mesin besar pemenangan kompetisi politik apa pun bagi sebuah parpol. Sebagai Kepala Bappilu, Andi Arief tentu memiliki peran sangat strategis dalam pemenangan setiap  kontestasi yang diikuti Demokrat, antara lain, Pemilu Serentak 2024 dan Pilkada Serentak 2024.

Ketika aku tak lagi berada di struktur Demokrat sejak Desember 2021, hubungan kami tetap akrab.

Andi Arief adalah seorang guru, abang, dan sahabat yang peduli terhadap kehidupanku. 

Suatu Ramadan 2023, ketika aku berkunjung ke ruang kerjanya, Andi Arief bahkan memberikan nasi kotaknya untukku berbuka puasa. Tentu ia kemudian meminta staf Bappilu Demokrat untuk mengambilkan nasi kotak yang baru, tetapi sikap mendahulukan orang lain itu tentu sangat membuatku menghormatinya.

Andi Arief sempat maju ke DPR-RI dari Dapil Banten I. Tanah leluhurnya. Ia mengambil nomor urut terakhir, keenam.

Dalam kapasitas Andi Arief sebagai "panglima perang" di Demokrat di Pemilu 2024, keputusannya maju dengan nomor urut terbawah tentu hanya karena ingin berperan serta menyumbangkan suara bagi Partai Demokrat. Ia tidak berambisi menjadi Anggota DPR-RI.

Kini, Andi Arief telah tak lagi berada di struktur Partai Demokrat. Ia memulai pengabdian pada negara sebagai Komisaris Independen di PLN.

Selamat bekerja, Mas Andi Arief. Tuhan melindungi.

(Didik L. Pambudi, referensi Demokrat Newsletter; Lampung Rilis)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hasil Quick Count Rakata: Demokrat Raih Dua Kursi DPR-RI di Lampung

Jumat Berkah, DPP Partai Demokrat Berikan Surat Tugas kepada H. Syamsudin Uti sebagai Calon Bupati Indragiri Hilir

Anggota DPR Aceh HT Ibrahim ST MM, Caleg DPR-RI dari Demokrat, Politisi yang Melayani Bukan Dilayani