Pentingnya PFN Menjadi Pusat Konten Negara


Usai Subuh, 6 Maret 2024, Iwan Piliang atau resminya Narliswandi Piliang menelepon saya. Saya tentu menjawab teleponnya dengan bahagia. Bagi saya, Iwan Piliang adalah satu guru dan sahabat terdekat.

Iwan kemudian menyampaikan kabar menggembirakan. Ia menerima ajakan Menteri BUMN Erick Thohir menjadi Direktur Pengembangan PT Produksi Film Negara (PFN), sebuah BUMN yang bertugas memproduksi film-film nasional, film dokumenter, konten kreatif.

Saya surprise mendengar Iwan mau
menjadi Direktur Pengembangan PFN, perusahaan BUMN yang kondisinya memprihatinkan. Tidak mudah mengajak Iwan berbakti pada negara via BUMN. Iwan bahkan pernah menolak ajakan bergabung di beberapa BUMN.

Iwan kemudian memaparkan. Ia mau bergabung di PFN karena yakin PFN bisa berkembang hebat untuk menghasilkan film atau konten besar lainnya di negara ini.

PFN memang punya rekam jejak hebat. Di era 1980an, PFN menghasilkan banyak karya besar. Mulai film G30S/PKI yang kolosal hingga si Unyil, film seri televisi untuk anak-anak yang fenomenal dan melegenda.

Iwan bukan nama baru di dunia perfilman. Bagi saya, ia adalah sang pendobrak. Di tahun 1994, Iwan sudah membikin film serial animasi bertajuk "Burisrawa". Per episode 24 menit. Hanya sayang, baru selesai 6 episode, Iwan kehabisan modal. Di negeri ini, film animasi tak punya daya tarik apa pun bagi perbankan. Tak satu bank pun mau meminjamkan modal. Cita-cita Iwan membawa film animasi Nusantara mendunia pun tertunda.

Padahal film serial animasi memiliki pasar besar di jagat ini. Jika per episode berharga US $1.000 maka untuk 52 episode sudah US $ 52.000. Burbank Sydney sudah menggaransi untuk memasarkan film serialnya ke pasar dunia, sedikitnya ke 1.000 stasiun televisi di dunia. Tetapi garansi tersebut tetap tak menarik bagi perbankan negeri ini untuk memodali.

Pengalaman ketiadaan lembaga permodalan dalam negeri untuk pengembangan ekonomi kreatif membuat Iwan mendirikan Ainaki (Asosiasi Industri Animasi dan Konten Indonesia). Pendirian Ainaki akhirnya membawa Iwan duduk sebagai Ketua Pokja Konten dan Aplikasi di Kadin Indonesia, masa kepemimpinan MS Hidayat.

Jejak langkah lain di dunia perfilman, Iwan pernah bikin film dokumenter Masjid Bersejarah sebanyak 30 episode yang disiarkan di TVRI, jelang buka puasa, 1995.

Iwan memang tak pernah berhenti percaya, satu hari negeri beribu budaya ini pasti bisa menghasilkan film atau animasi hebat di dunia. Itulah satu faktor yang membuat Iwan mau bergabung dengan PFN.

Kini, setelah 31 tahun gagal memasarkan film serial animasi ke mancanegara, Iwan kembali memperjuangkan mimpinya melalui PFN.

Iwan kemudian mengajak saya untuk membantunya mengembangkan PFN. Saya tentu menyambut dengan bahagia ajakannya.

Iwan pun mengundang saya bertemu dengannya di PFN, 11 Maret pagi, sehari setelah pelantikannya sebagai Direktur Pengembangan PT PFN. Saya menyanggupi.

Selain saya, Iwan juga mengundang Edgar Hidamy alias Gerry, sosok yang bersamanya mendirikan Ainaki, dan Dudy R, pendiri Evello sebuah lembaga peneliti berbasis big data.

Sesuai waktu yang dijadwalkan, saya tiba di kantor PFN. Tak lama Iwan datang dengan menumpang taksi Blue Bird.

"PFN tidak punya mobil dinas untuk para direksi," ujar Iwan di ruang kerjanya yang kecil kepada saya, Gerry, dan Dudy.

Iwan secara terbuka juga menjelaskan, PT PFN bisa bertahan hanya karena membisniskan propertinya. Tanah dan bangunan disewakan untuk bisa menggaji para karyawan. Para komisaris dan direksi pun hanya menerima gaji separuh. PFN berutang setengahnya per bulan. Entah sampai kapan.

Iwan mengatakan, ia memimpikan PFN bisa berubah menjadi Pusat Konten Negara (PKN) agar benar-benar bisa mengangkat konten kreatif di negeri ini.

Iwan juga sempat mengajak kami berdiskusi dengan Direktur Utama FPN Riefian Fajarsyah atau Ifan Seventeen dan Direktur Produksi PFN Christo Putra Aris.

Saat itu, di tengah masyarakat muncul perundungan pada Ifan terkait penunjukannya sebagai Direktur Utama PFN.

Ifan sejatinya memiliki kemampuan kepemimpinan. Ia pendengar dan penilai yang baik. Bicaranya tenang. Ia ramah dan cepat tersenyum. Ia menyimak pendapat atau gagasan paling liar.

Ia pun punya pengalaman menjadi aktor, setidaknya di tiga film, dan Produser Eksekutif Film "Kemarin".

"Kemarin" adalah sebuah film dokumenter drama tentang peristiwa tsunami di Tanjung Lesung, Banten, 22 Desember 2018. Tsunami tersebut merenggut nyawa Dylan Sahara, istri Ifan, dan seluruh personel Seventeen, kecuali Ifan. Filmya masih bisa ditonton di Netflix hingga saat ini.

Hal menarik, Ifan juga menjadikan seluruh personel Seventeen yang telah tiada sebagai produser eksekutif di film tersebut. Sebuah cara Ifan agar anak istri para sahabatnya tetap mendapatkan penghasilan meski sosok yang mereka cintai telah tiada.

"Kemarin" mendapatkan rating 7,7 dari maksimal 10 di IMDb. Sebuah capaian mengagumkan.

Ifan pun memiliki latar kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (2001-2005).

Melihat rekam jejaknya tersebut terasa wajar jika Ifan dipercaya menjadi Dirut PT PFN. Ifan, didukung para profesional di sekitarnya, tentu bisa membenahi PFN yang hanya merilis tiga film sejak 1992 hingga 2025 (1992 hingga 2019, PFN malah vakum, tidak memproduksi film apa pun).

Kembali ke soal PKN, jauh sebelum saat ini, Iwan, melalui akun pribadinya di media sosial pada 22 September 2024, telah menyampaikannya ke publik.

Saat itu Iwan menyampaikan, PFN yang terbengkalai semestinya diberdayakan secara maksimal sebagai PKN. Tujuannya agar negara memiliki jalan yang lurus untuk memandu komunikasi.

Perihal dananya?

Iwan mensinyalir, negara selama sepuluh tahun membiayai para buzzers (pendengung) dengan dana lebih dari satu triliun rupiah. Uang sebanyak itu sudah bisa menjadi dana pembuatan konten-konten negara. Negara bisa mendirikan public service announcement. Tujuannya agar masyarakat tidak salah jalan. Negara membimbing masyarakat. Sehingga tidak terjadi kekacauan komunikasi seperti saat ini. Negara harus berdiri tegak sesuai konstitusi dan kesepakatan bersama (empat konsensus kebangsaan: Pancasila; UUD 1945; Bhinneka Tunggal Ika; NKRI) saat negara ini didirikan.

Lebih terangnya, Iwan pada 14 Maret 2025, kembali menegaskan, negara sangat membutuhkan adanya Pusat Konten Negara. Lembaga inilah yang nantinya menghasilkan haluan kebenaran pada komunikasi publik. Haluan yang selama 20 tahun lebih praktis tak ada lagi.

Pusat Konten Negara, mengembangkan panduan kebenaran melalui konten komunikasi publik berupa, antara lain, film dan industri multimedia. Iwan bahkan meyakini KPN melalui produk-produknya bisa mencetak devisa besar tak kalah dari yang dihasilkan batubara, emas, dan hasil tambang lainnya.

Kepada saya, Iwan mengatakan, PFN saat ini hanyalah lembaga tanpa cantelan. Hanya judulnya saja BUMN tetapi praktis tak mampu berproduksi.

PFN hanya punya nilai sejarah pernah memproduksi karya besar dan melegenda seperti film G30S/PKI, film serial anak Unyil, film serial animasi Si Huma.

Agar bisa berproduksi secara maksimal PFN harus diubah menjadi PKN. Lembaga ini nantinya memiliki data centre, fasilitas pembuatan multimedia, studio film digital yang dibangun Amazon, memiliki kru multimedia bersertifikat internasional, memahami new sosmed.

Memiliki fasilitas tersebut, Iwan meyakini, PKN bisa memproduksi film, film animasi, games, juga beragam konten media sosial dan multimedia.

Apalagi jika PKN berdiri dengan menggabungkan kekuatan PFN dengan Lokananta  (studio rekaman pertama di Indonesia) dan Balai Pustaka (BUMN di bidang penerbitan, percetakan dan multimedia).

Iwan memprediksi, jika didukung penuh negara dan memiliki fasilitas seperti di atas maka PKN mampu berproduksi dengan nilai perputaran uang mencapai Rp10 triliun per tahun.

Hal yang menggembirakan, upaya PFN untuk bangkit kembali mendapat sambutan hangat para politisi nasional.

Wakil Ketua DPR-RI Sufmi Dasco Ahmad berkenan menerima jajaran direksi PFN (Ifan Seventeen, Iwan Piliang, dan Christo Putra Aris). Pertemuan berlangsung di ruang kerja Sufmi Dasco, 13 Maret 2025.

Yang menakjubkan, keesokan harinya, Sufmi Dasco dan 15 Anggota DPR-RI dari Komisi VI melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kantor PFN, Jalan Otista, Jakarta.

Ini istimewa.  Pertama kalinya para anggota DPR-RI datang berkunjung ke PFN sejak lembaga tersebut didirikan pada 1934 atau 91 tahun yang lalu.

Iwan mengatakan, selama ini PFN seperti anak ayam kehilangan induk. Saat reformasi, PFN tak lagi berada di bawah Kementerian Penerangan. Saat Kementerian Kominfo didirikan, PFN tak diajak. Begitupun saat Kementerian Komdigi didirikan. Kondisi PFN ibarat layangan putus. Karenanya PFN sangat senang mendapatkan kunjungan 16 Anggota DPR-RI.

Sufmi Dasco secara terbuka menyampaikan kepada pers bahwa DPR-RI mendukung penuh keberadaan PFN. Sufmi Dasco dan para anggota DPR-RI berkunjung ke PFN setelah melihat dinamika yang terjadi di masyarakat terkait pergantian jajaran komisaris dan direksi PFN.

Hal yang menakjubkan, Sufmi Dasco bahkan menyatakan DPR-RI mendukung sepenuhnya agar PFN menjadi Pusat Konten Negara atau PKN.

Ucapan Sufmi Dasco senada dengan yang disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir, 14 Maret 2025.

Erick menegaskan akan mengonsolidasikan PFN, Lokananta, dan Balai Pustaka agar lebih terintegrasi seperti Indonesian Journey (InJourney).

InJourney adalah nama lain PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero), sebuah BUMN, di dunia bisnis pariwisata dan aviasi (pesawat dan penerbangan). InJourney menjadi induk holding BUMN bidang aviasi dan pariwisata.

Melihat fakta tersebut, terwujudnya sebuah Pusat Konten Negara tentulah tinggal menghitung waktu saja. Mimpi kita akan lahirnya konten-konten kreatif yang mendunia pun segera menjadi kenyataan.

(Didik L. Pambudi)

Postingan populer dari blog ini

Langkah Gemilang Wakil Ketua DPRK Gayo Lues Fahmi Sahab

Kepala BHPP DPP Partai Demokrat Dr. Muhajir: Kami Wajib Memiliki Loyalitas Tanpa Batas

Dr. H. Nanang Samodra, Anggota DPR-RI 4 Periode yang Tenang dan Penuh Data